OPINI

Detail Opini Siswa

Secuil Pijar Perjuangan Seorang Remaja

Kamis, 22 Mei 2025 10:40 WIB
404 |   -

 "Aku cuma mau ingatkan diriku sendiri bahwa jangan malu berbuat apa yang menurutmu baik dan benar. Apabila kamu berani berharap dan bermimpi maka kamu harus berani mengambil resiko untuk memenuhi harapan dan menggapai mimpimu." -Yulyani Dhea Febronya-.

 

Hai perkenalkan nama panggilanku Dhea, saat ini aku masih bersekolah di SMAS Frater Don Bosco Tarakan. Sebelumnya, aku tinggal di Parepare, Sulawesi Selatan bersama dengan nenek dan tante dari papaku. Papa dan mamaku telah berpisah sehingga aku tumbuh dan besar bersama dengan keluarganya nenek. Awalnya, aku sering menangis hanya karena rindu akan kedua orangtuaku. Setiap kali aku melihat temanku berjalan dengan mama dan papanya, rasanya ingin sekali aku menangis, namun seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dengan keadaanku walau masih seringkali aku merenungi nasibku.

Setelah lulus dari SMP Frater Parepare, mama meneleponku dan membujukku agar aku mau bersekolah di Tarakan karena mama bekerja di dekat kota tersebut. Aku sendiri masih bingung ingin melanjutkan sekolahku di mana karena aku sendiri telah nyaman tinggal di Parepare. Dulu aku sering diberitahu oleh tanteku untuk tidak menemui mama karena mengingat bahwa di Kalimantan tempat mamaku bekerja adalah daerah terpencil sehingga minim akses untuk pendidikan. Makanya ketika mama membahas tentang di mana aku akan bersekolah selanjutnya, aku selalu berusaha untuk mengalihkan topik itu. Mama pernah bilang begini “nak.. kalau kita tinggal bersama dengan orang lain, kita tak bisa berbuat sesuka hati kita. Pasti disana kamu makan enak kan nak? Disini mama cuma makan sambal sama nasi pun cukup. Uang mama, mama tabung untuk Dhea. Sekolah yang baik ya nak, nanti kamu datang ke Tarakan udah ada rumah kamu di sini, nanti kita perbaiki, kita tempati sama-sama ya  nak”.

Mendengar hal yang mama katakan, aku akhirnya menerima tawaran mama. Agar dapat ke Tarakan, aku harus izin dulu dengan keluarga yang kutempati disana. Mama membantuku untuk izin kepada nenek lalu kepada kakek. Awalnya semua berjalan dengan baik tetapi ketika permohonan ijin itu sampai ke telinga kakek, beliau tidak setuju jika aku melanjutkan sekolahku di Tarakan. Pikirnya, nanti mamaku tak akan mampu membiayai sekolahku dikarenakan mama hanya bekerja sendiri sebagi seorang single mom. Tetapi karena esoknya kapal ke Tarakan sudah harus berangkat dan mama sudah membelikan tiket untukku, aku membulatkan tekadku bagaimana pun caranya, besok aku sudah harus ke Tarakan.

Sore itu, aku mulai mengumpulkan barang-barang yang akan aku bawa, piagam-piagam yang kumiliki, peralatan seni yang dari dulu sudah menjadi hobiku, Rosario, boneka tangan kesayanganku dan beberapa helai pakaian. Sebelum tidur, aku mulai berdoa Rosario untuk meminta pertolongan kepada Bunda Maria agar segala rencanaku dapat berjalan dengan lancar. Jam 5 subuh keesokan harinya, aku mulai berjalan kaki dari rumah menuju pelabuhan yang berjarak sekitar 3 km. Aku berjalan tanpa membawa bekal, uang saku bahkan aku tak tahu dimana letak pelabuhan yang sebetulnya. Aku dijemput oleh agen kapal yang telah mama telepon untuk membantuku mengurus tiket, dll. Namun saat akan menaiki kapal, tertangkap basah oleh pamanku bahwa aku lari dari rumah. Singkatnya setelah segala adu mulut dan pertengkaran kecil itu terjadi, aku bisa naik ke kapal yang akan berlayar menuju Tarakan, Kalimantan Utara.

Hingga pada tanggal 12 Mei 2022, kapal sandar di pelabuhan Malundung, Tarakan. Banyak hal yang aku lakukan selama masih libur, aku diajak jalan-jalan mengelilingi kota Tarakan oleh sepupuku, aku berlatih membawa motor sambil memikirkan kemana aku akan melanjutkan sekolahku. Pilihanku jatuh kepada SMKN 2 Tarakan, namun sayangnya aku tak diterima di sekolah tersebut karena aku belum 1 tahun berdomisili Tarakan. Akhirnya dengan banyaknya pertimbangan, aku memutuskan untuk masuk ke sekolah katolik, SMAS Frater Don Bosco Tarakan. Aku sendiri menyukai sekolah ini karena selain disiplin, pendidikan akademik dan pendidikan karakternya baik. Aku pernah bersekolah dengan nafas pendidikan katolik yang sama saat aku masih SMP. Tetapi seringkali muncul dalam benakku bahwa sekolah ini mungkin terlalu mahal untuk aku yang dibiayai oleh mama yang adalah seorang single parent. Ternyata tidak semahal yang saya pikirkan. Saya diberi kemudahan oleh sekolah untuk mengenyam pendidikan di sini.

Bagaimanapun juga, aku sudah memutuskan untuk bersekolah sambil bekerja. Aku mulai melamar pekerjaan di beberapa tempat seperti minimarket, warung-warung kecil, tempat laundry, café, dan supermarket. Sayangnya, dari tempat-tempat tersebut, tak satupun menerimaku sebagai pekerja dikarenakan aku masih berumur 15 tahun saat itu. Suatu hari aku mulai teringat kalau biasanya remaja korea bekerja menjadi guru les untuk mendapatkan uang saku tambahan. Aku pun mengikuti cara tersebut dan akhirnya ada yang menerimaku sebagai guru les membaca bagi anaknya. Dua, tiga hari berlalu hingga seminggu kemudian aku menyadari kalau kegiatan-kegiatanku di sekolah bertabrakan dengan pekerjaanku itu. Dengan berat hati, aku mengundurkan diri sebagai guru les dan aku hanya dibayar Rp50.000.

Hari berganti hari, kegiatanku di sekolah dan di gerejaku kian padat sehingga bekerja sambil bersekolah yang menjadi fokus awalku pun teralihkan. Saat itu aku tinggal di rumah tanteku sehingga pulang sore bahkan malam sama sekali bukanlah perilaku yang baik bagi tanteku sekeluarga. Aku ingin sekali tinggal bersama mama tetapi tidak bisa karena mama bekerja di luar kota Tarakan. Pertengahan semester I saat aku masih berada di kelas X, aku sering beradu mulut dengan mama hanya karena persoalan uang. Aku menyadari bahwa aku terlalu terfokus dengan kegiatan sekolahku hingga perkataanku dulu mengenai bekerja sambil bersekolah hanyalah sebuah teori saja. Untuk kedua kalinya, aku memutuskan untuk bekerja, aku mulai membuat brownies panggang, puff pastry, dan risol mayo lalu aku pasarkan di sekolah.

Sudah sejak lama, aku suka memasak atau memanggang kue dan roti sehingga kegiatan semacam itu bukanlah sesuatu yang baru bagiku. Setelah memasarkan brownies pertamaku, pesanan browniesku meningkat, banyak yang menyukainya! Di hari-hari selanjutnya, setelah pulang sekolah aku berbelanja bahan-bahan yang kubutuhkan untuk membuat brownies lalu kulanjutkan dengan membuat adonan dan memanggangnya. Kemudian aku tidur antara jam 2 atau 3 subuh setelah semua brownies di packing, lalu bangun lagi jam 5 untuk ke sekolah. Sebelum ke sekolah, aku mencuci piring dan memasak terlebih dahulu agar aku meninggalkan rumah tante dalam keadaan yang bersih. Jualanku yang paling laris adalah risol mayo, 25 pcs risol mayo pernah habis hanya dalam waktu 5 menit, Wow.

Walaupun banyak yang suka akan produk jualanku, menurutku keuntungan yang kudapatkan tak sebanding dengan waktu yang telah kuhabiskan dalam proses pembuatan kue-kue itu. Akupun memilih untk berhenti berjualan lalu mencari pekerjaan lain. Akhir bulan Januari 2023, aku sudah tak tinggal di rumah tanteku karena aku merasa gak enak pulang malam hampir setiap hari karena kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan kegiatan pelayananku di gereja. Aku tinggal di rumah nenekku selama 1 minggu sambil mencari kontrakan atau kos-kosan. Tanggal 6 Februari 2023, aku memilih tinggal sendiri di kos lalu seminggu kemudian Putri yang merupakan teman kelasku, tinggal bersamaku di kos. Kehadiran putri membuatku merasa tak sendirian lagi.

Saat jam sekolah, aku selalu bersama dengan Oliv dan Putri. Di mana ada Putri, di situ ada Dhea dan Oliv. Aku bersyukur, Tuhan mengirimkan kepadaku teman-teman yang baik seperti Oliv dan Putri. Suatu hari Oliv membisikkan sesuatu di telingaku “Dhee, nampaknya halaman sekolah kita ini kurang terawat ya karena CS-nya sudah mengundurkan diri. Bagaimana kalau kita bertiga bicara ke frater supaya kita bisa bersihkan sekolah ini tapi kita dibayar?” “Bagus tuh Oliv, yok kita bicara ke frater”.  Kami sadar bahwa orangtua kami lelah harus memikirkan soal uang setiap hari, entah untuk makanan, uang untuk SPP, dll. Maka dari kesadaran seperti itu, kami mengajukan diri untuk membantu membersihkan sekolah kami sendiri. Banyak perbincangan dengan frater kepala sekolah. Kata frater “Dhea.. kisahmu sangat menginspirasi. Kamu tulis ceritamu dan kita pajang di mading sekolah. Usaha dan perjuangan kalian sangat luar biasa”. Terimaksi banyak frater.

Setelah pertemuan dengan frater, sepulang sekolah, kami mulai membersihkan lingkungan sekolah. Kami lakukan itu semua dengan senang hati dan sebisa mungkin dan sejauh tidak mengganggu waktu belajar dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan pelayananku di gereja. Hingga pada saat aku mengetik ceritaku ini, aku sudah bekerja selama 3 bulan dan hasil dari usahaku itu, aku gunakan untuk membayar sewa kos dan uang sekolahku. Mama masih tetap mengirimkanku uang, tapi uang yang mama kirim, akan aku tabung untuk biaya pendidikanku ke depannya.

Rutinitas bekerja sambil bersekolah memang bukanlah hal yang mudah, tapi karena aku sendiri senang dengan pekerjaanku saat ini jadi aku tak terlalu merasa terbebani. Aku cuma mau ingatkan diriku sendiri bahwa jangan malu berbuat apa yang menurutmu baik dan benar. Apabila kamu berani berharap dan bermimpi maka kamu harus berani mengambil resiko untuk memenuhi harapanmu dan menggapai mimpimu. Ya itulah sedikit pijar pengalaman dari banyaknya pengalaman yang ada di hidupku. Sampai jumpa di ceritaku selanjutnya.

 

Oleh: Yulyani Dhea Febronya

Kelas: XI B

 


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini