OPINI

Detail Opini Siswa

Hal Baik Itu Butuh Waktu dan Proses

Senin, 19 Mei 2025 12:14 WIB
254 |   -

“Jika rencanamu gagal, Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik agar rencanamu tidak menghancurkanmu”. -Geyzha Desliani Lukas

 

Setidaknya, itu kalimat penenang yang aku ucapkan setiap harinya dalam hati. Dan ya, kalimat itu berhasil membuatku sedikit tenang dan berusaha menerima nasibku sekarang, yaitu melanjutkan pendidikanku di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya. Rasanya seperti, ah sudahlah, aku akan membagikan ceritaku di sini.

Nama Lengkapku Geyzha Desliani Lukas. Orang-orang kerap memanggilku Geyzha. Dua tahun yang lalu aku lulus dari SMP Frater Don Bosco Tarakan dan sedang luntang-lantung mencari SMA mana yang akan menjadi tempatku melanjutkan pendidikan. Sebagai informasi, Yayasan Don Bosco Tarakan memiliki empat unit tingkat pendidikan, yakni TK, SD, SMP dan SMA. Dari SMP, aku sudah memiliki tujuan untuk melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri dan orang tuaku pun sepakat dengan keputusanku. Namun saat tiba masanya, ternyata aku dinyatakan tidak diterima di SMA favorit yang aku idam-idamkan. Aku sangat sedih kala itu sampai-sampai aku rela mengikuti saran kedua orangtuaku untuk masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan, asalkan sekolah negeri. Tapi nihil, aku tetap tidak diterima karena beberapa alasan.

Pasrah, hanya itu yang bisa aku lakukan. Satu-satunya sekolah yang masih mau menerima siswa baru walaupun waktu pendaftaran sudah tutup adalah SMA Frater Don Bosco. Ini berarti aku kembali menuntut ilmu di sekolah yang masih satu yayasan dengan SMPku dulu. Rasanya kecewa, kesal, marah dan sedih bercampur menjadi satu. Kecewa karena aku tidak berhasil masuk ke sekolah yang aku impikan, kesal karena rencana kedua juga tidak berhasil, marah karena kemauanku tidak tercapai, dan sedih karena harus kembali ke sekolah itu lagi.

Jujur, tidak ada yang salah dengan SMA Frater Don Bosco itu. Hanya saja aku terlalu bosan dengan lingkungan dan orang-orang yang sama yang aku temui selama 3 tahun di sini. Aku orang yang mudah merasa bosan dan selalu ingin tahu, aku suka bergaul dengan banyak orang dan mencari pengalaman yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Ah jadi teringat saat aku baru lulus SD, saat itu aku lulus dari SD Negeri dan ingin mendaftar ke SMP Negeri, tapi karena sistem zonasi, aku berpikir pasti orang-orang yang mendaftar di SMP Negeri itu adalah orang-orang yang sama juga seperti yang aku temui di SD dulu, bahkan tetanggaku karena kami berada dalam satu zona yang sama. Aku tidak mau, aku mau mencari teman baru! Jadi, itulah mengapa aku memilih SMP Frater Don Bosco, karena sekolah swasta tidak menerapkan sistem zonasi.

Mau tidak mau, suka tidak suka, akhirnya akupun menerima kenyataan bahwa ketika masuk SMA, di sinilah aku sekarang, di SMA Frater Don Bosco, yang bahkan hanya berseberangan dengan SMPku dulu. Rasa bosan itu kembali melanda, banyak sekali teman SMPku yang mendaftar ke SMA ini, ya, akhirnya teman-temanku mereka lagi, hanya sedikit wajah baru yang aku dapatkan.

Awalnya memang menyebalkan, seperti yang aku katakan di awal tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiranku untuk bersekolah di sini. Aku masih terlalu kesal dan kecewa karena tidak diterima di sekolah impianku. Kesal, kesal, dan kesal! Iri rasanya melihat temanku yang lain bisa bersekolah di sekolah impian mereka, sulit menerima fakta mengapa hanya aku yang gagal. Rencanaku yang sudah kususun dari awal, semuanya berakhir sia-sia.

Tak disangka, sekolah ini memiliki banyak orang-orang yang sama nasibnya sepertiku, tidak diterima di sekolah negeri dan akhirnya mendaftar ke sini. Karena di kotaku, sekolah negeri menjadi prioritas banyak orang. Awalnya aku berpikir mereka hanyalah orang-orang biasa yang memiliki pikiran yang penting bisa sekolah”. Ternyata aku salah besar. Setelah kurang lebih dua tahun aku sekolah di sini, aku melihat dan merasakan bahwa sekolah ini memberikan kesempatan yang sama bagi setiap muridnya. Aku mulai tersadar ketika kakak kelasku, yang menurutku dan bisa dibilang masuk ke dalam kategori "murid nakal", mengikuti lomba non akademik tingkat kota dan menjadi juara. Maksudku, siapa sangka? Berdasarkan pengalamanku, dia belum tentu mendapatkan kesempatan itu apabila dia tidak bersekolah di sini karena sudah sangat melekat label murid pembuat onar dalam dirinya.

Aku sangat tercengang akan hal itu. Terlebih lagi ketika kepala sekolahku dengan bangga dan sangat mengapresiasi hal tersebut. Kalau boleh saya katakan, salah satu hal yang luar biasa bagiku memiliki seorang kepala sekolah seperti Frater Nisen. Sebelumnya aku selalu menganggap bahwa kepala sekolah adalah orang yang “arogan”. Ia harus dihormati dan tidak sembarang orang bisa menemuinya. Namun hal itu tidak berlaku bagi kepala sekolahku ini. Beliau mudah ditemui dan menerima kami dengan baik. Beliau adalah kepala sekolah terbaik yang pernah aku jumpai. Ia sangat akrab dengan kami para muridnya dan suka berbaur dengan semua warga sekolah, ramah dan selalu memberi motivasi yang mendorong para muridnya untuk terus belajar hal-hal baru dan maju menjadi seorang pemimpin. Benar kata Socrates: “Education is the kindling of a flame, not filling of a vessel". Ya, pendidikan adalah mengobarkan api, bukan mengisi bejana!

Selain itu, banyak sekali murid yang berasal dari luar kota Tarakan merantau dan bersekolah di sini. Ada banyak temanku berasal dari berbagai daerah. Rasanya semua ada di sini. Hal inilah yang membuat sekolah ini unik, aku bisa bergaul dengan banyak orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan bisa bertemu dengan mereka hanya di satu tempat! Dari mereka aku banyak belajar tentang tradisi asal daerah mereka masing-masing, membuatku makin kagum dengan keberagaman yang ada di Indonesia. Hal ini belum tentu ditemukan di sekolah lain mengingat akses bagi orang yang baru pindah domisili sangat sulit mencari sekolah.

Semua murid di sini berbaur satu sama lain entah itu kakak kelas atau adik kelas, seangkatan, bahkan guru. Pergaulan kami lintas batas tanpa memandang perbedaan di antara kami. Makna dari salah satu moto sekolah kami yang didengungkan setiap hari “fraternitas” atau persaudaraan sangat terasa di sini. Aku merasakan persaudaraan yang sangat kuat di sekolahku ini. Aku hampir tidak melihat tindakan pem-bully-an ataupun hal-hal buruk lainnya terjadi di sini. Aku senang karena di sini aku bisa belajar dan berdoa setiap pagi bersama teman-temanku dan guru-guruku. Ketika ada temanku dari kelas mana saja atau guru dan pegawai yang berulang tahun atau memohon doa, kami mendoakan mereka dalam ibadah pagi bersama. Tidak lupa juga kami mendoakan kedua oragtua kami dalam doa pagi harian kami. Sungguh, ini sebuah pengalaman yang tidak biasa! Aku merasa seperti memiliki keluarga besar di sini.

Motto sekolahku adalah Fides, Scientia et Fraternitas yang berarti beriman, berilmu, dan bersaudara. Ketiga nilai ini sangat dihidupi di sekolah ini. Aku bersyukur karena aku dapat belajar dan merasakan hal yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan, persis seperti yang aku inginkan. Aku dapat belajar hal baru dan bersahabat dengan semua orang yang berasal dari berbagai daerah. Melalui pengalaman-pengalaman yang berharga ini, aku merefleksikan bahwa ternyata rencana Tuhan memang jauh lebih indah dari rencanaku.

Aku memang tidak diterima di sekolah impianku, tetapi di SMA Frater Don Bosco aku mendapatkan pengalaman belajar di lingkungan sekolah yang aku impikan. Tak harus dengan lingkungan yang baru, semuanya akan dialami seiring berjalannya waktu seperti yang aku katakan di awal tulisanku ini;

“Jika rencanamu gagal, Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik agar rencanamu tidak menghancurkanmu”.

Dan itu sungguh saya rasakan. Pengalamanku dulu waktu masih kecil menyaksikan tawuran akibat pergulan yang tidak terkontrol telah memberikanku sebuah pelajaran berharga. Aku mulai membayangkan semisal aku sekarang tidak berada di sini, mungkin sekarang aku sedang tawuran karena pergaulan di lingkungan yang minim pengawasan dan perhatian dari guru dan teman-teman saat berada di sekolah. Bayangkan saja, masih kecil sudah berani melakukan tindakan tak terpuji seperti itu, bagaimana kalau sudah besar nanti?

Akhir kata, hal-hal baik itu sering datang menyapa kita dengan sangat lembut bahkan tanpa suara. Kita membutuhkan ketajaman mata batin untuk melihat hal-hal baik yang tidak dilihat oleh banyak orang. Aku mengucapkan terima kasih untuk sekolahku, sahabat-sahabatku dan kalian semua yang mau membaca goresan pengalamanku ini. Jika boleh berpesan, aku ingin kalian semua selalu bersyukur atas apapun yang terjadi dalam hidupmu. Mungkin hari ini membuatmu bosan, kesal, sedih dan marah tapi hari esok akan selalu membawa harapan baru. Apalagi hal baik yang Tuhan tawarkan kepada kita tidak selalu manis di awal. Tidak semua hal berjalan sesuai dengan kemauan kita, tetapi jangan sampai hidup mengubahmu. Sebaliknya, ubahlah hidupmu untuk menjadi lebih baik. Iya, hal baik itu butuh waktu dan proses. Jangan menyerah!

Salam Fides, Scientia et Fraternitas! Beriman, berilmu dan bersaudara. Terima kasih!

Oleh: Geyzha Desliani Lukas

Kelas: XI B

 

 


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini